PERAN MEDIA  DALAM MENGAWAL KEBIJAKAN
PUBLIK DI KABUPATEN SORONG SELATAN.
THE ROLE OF MASS MEDIA IN LEADING
PUBLIC POLICY IN SORONG SELATAN REGENCY


PENDAHULUAN
Manusia sebagai mahluk sosial,
senantiasa ingin berhubungan dengan
manusia lainnya. Manusia selalu ingin
mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan
ingin mengetahui apa yang terjadi dalam
dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa
manusia perlu melakukan interaksi dengan
berkomunikasi. Dalam hidup
bermasyarakat,orang yang tidak pernah Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 19 No. 1, April 2015: 01-15
2
berkomunikasi dengan orang lain niscaya
akan terisolasi dari masyarakatnya.
Pengaruh keterisolasian ini akan
menimbulkan depresi mental yang pada
akhirnya membawa orang kehilangan
keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu Everett
Kleinjan (2003) dari East West Center
Hawaii
mengemukakan bahwa
³.RPXQLNDVL VXGDK PHUXSDNDQ EDJLDQ
kekal dari kehidupan manusia seperti
halnya bernafas. Sepanjang manusia ingin
KLGXS PDND LD SHUOX EHUNRPXQLNDVL¥.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi
adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup
bermasyarakat. Wilbur Schramm
menyebutnya bahwa komunikasi dan
masyarakat adalah dua kata kembar yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.
Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin
masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa
masyarakat maka manusia tidak mungkin
dapat mengembangkan komunikasi. Teori
dasar biologi menyebut adanya dua
kebutuhan yang mendorong manusia
sehingga ingin berkomunikasi dengan
manusia lainnya, yakni kabutuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan kebutuhan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Harold. D. Lasswell
(2003), salah seorang peletak dasar ilmu
komunikasi lewat ilmu politik menyebut
tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab
mengapa manusia perlu berkomunikasi
yang antara lain sebagai berikut :
1. Hasrat manusia untuk mengontrol
lingkungannya. Melalui komunikasi
manusia dapat mengetahui peluang
peluang yang ada, mengetahui
peristiwa-peristiwa atau kejadian yang
terjadi serta dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan.
2. Adanya upaya manusia untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungannya.
3. Adanya upaya untuk melakukan
transformasi warisan sosial. Suatu
masyarakat yang ingin
mempertahankan keberadaannya, maka
anggota masyarakatnya dituntut untuk
malakukan pertukaran nilai, perilaku,
dan peranan.
Ketiga fungsi di atas menjadi
patokan dasar bagi setiap individu dalam
berhubungan dengan sesama anggota
masyarakat. David K. Berlo (2003)
menyebutkan secara ringkas bahwa
komunikasi secara instrumen dari interaksi
sosial berguna untuk mengetahui dan
memprediksi sikap orang lain dan juga
mengetahui keberadaan diri sendiri dalam
menciptakan keseimbangan dengan
masyarakat.
Harus diakui, bahwa tidak semua
orang siap berdemokrasi. Dasar pemikiran
kegiatan anggota masyarakat dalam proses
memerintah diri sendiri adalah agar
demokrasi menjadi satu kenyataan dan
bukan slogan biasa. Bila masyarakat tidak
PHQ\DGDUL GDQ WLGDN PHQMDODQNDQ ³VSLULW¥
demokrasi, maka masyarakat demokratis
GDQ ³IUHH VRFLHW\¥ tidak akan pernah
terwujud. Terkait dengan itu maka
keberadaan pers menjadi sangat penting
dalam mengembangkan kehidupan
demokrasi. Hal ini nampak dari fungsi
pendidikan yang harus dibebankan pada
pers sebagai medium yang dapat
menggapai sebanyak mungkin orang.
Fungsi pers lainnya adalah fungsi kontrol
sosial yang mempunyai aspek yang amat
luas, salah satunya adalah sebagai anjing
penjaga (watchdog) yang mungkin sering
disalahartikan. Selama ini, seakan-akan
pers berada dalam posisi saling berhadapan
atau berkonfrontasi dengan pemerintah.
Sebagai watchdog, pers memang berfungsi
untuk mengawasi pemerintah, lembaga
legislatif, serta yudikatif. Maksudnya Peran Media Cetak Dalam Mengawal Kebijakan Publik di Kota Ambon
Said Lestaluhu
3
adalah agar segala kebijakan dan aktivitas
yang dilakukan lembaga-lembaga tersebut
tidak menyimpang dari ketentuan hukum
yang berlaku.
Pers akan memberikan peringatan
bila terjadi penyimpangan. Fungsi lain
yang harus dilakuakan oleh pers adalah
fungsi agenda setting. Banyak isu yang
berkembang di masyarakat dimana dalam
kondisi seperti ini pers harus bisa memilih
isu mana yang akan ditampilkan dan isu
mana yang akan abaikan. Keputusan pers
dalam memilih isu ini dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat
mengenai isu apa yang dianggap paling
penting. Namun di dalam sebuah
masyarakat yang demokratis, pers tidak
dapat memanipulasi atau mengabaikan isu
semau mereka sendiri. Hal ini dikarenakan
persaingan di antara media sangat ketat.
Selain itu masyarakat juga mempunyai
kebebasan untuk menetapkan agenda yang
berbeda. Ketidaktepatan sebuah media
dalam penentuan agenda akan
menyebabkan media yang bersangkutan
kehilangan kredibiltas dan ditinggalkan
masyarakat. Sedangkan menurut undang
undang pers No. 40 tahun 1999, pers
berfungsi sebagai alat kontrol sosial untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan (abuse of power). Media sudah
seharusnya menjadi arena ruang publik
terbuka dalam masyarakat pluralis
demokratis yang menyediakan saluran
komunikasi terbuka yang mampu
menampung suara-suara dari golongan
minoritas.
Kajian media di dunia barat
terdahulu telah mendefenisikan Pers
sHEDJDL ³)RXUWK VWDWH¥ DWDX SLODU NHHPSDW
(Eldrige 1995). Pers sebagai pilar keempat
mengacu pada peran media dalam
mewujudkan cita-cita demokrasi, berdiri
secara independen di tengah institusi
pemerintah, mengawasi aktivitas politik,
dan menyediakan ruang publik guna
terselenggaranya debat umum. Peran ini
berdasarkan atas asumsi kaum liberal yang
mengatakan bahwa media berjalan dalam
masyarakat yang plural. Masyarakat
pluralis tercipta dari berbagai kelompok
sosial yang berbeda-beda dengan berbagai
macam kepentingan di dalamnya yang
kesemuanya punya hak untuk didengar
dalam arena perpolitikan. Pers diharapkan
mampu menjaga agar masyarakat atau
warga negara tercerahkan tentang isu-isu
politik dan diharapkan mampu menjadi
³ZDWFK GRJ¥ yang selalu mengawasi
segala aktivitas perpolitikan,
memperingatkan masyarakat ketika terjadi
ketidakberesan dengan aktivitas politik
para elit. Peran pers sebagai fourth state,
sesuai dengan konsep Jurgen Habermas
tentang publik sphere atau ruang publik
dimana warga negara memiliki
kesempatan yang luas untuk berpartisipasi
secara aktif dan ikut menciptakan opini
publik yang pada gilirannya diharapkan
akan mampu memberikan kontribusi bagi
aktivitas politik untuk menciptakan
suasana yang demokratis (Graber 1992).
Idealnya, ruang publik mampu berperan
sebagai pasar dimana ide-ide bermunculan
yang pada gilirannya mampu menyediakan
informasi-informasi yang relevan dengan
situasi politik sehingga masyarakat
menjadi melek politik, misalnya dalam
bentuk berita, ide-ide, diskusi-diskusi,
debat politik, dan lain-lain. Dahlgren
(1995) menggarisbawahi bahwa ketika
masyarakat berhadapan dengan sejumlah
informasi yang relevan, maka mereka akan
merefleksikan, mendiskusikan, dan
membentuk opini serta melahirkan
sejumlah pandangan yang memadunya
dalam memahami keinginan dan aktivitas
aktivitas politis. Pada akhirnya, Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 19 No. 1, April 2015: 01-15
4
pandangan-pandangan tersebut akan
diartikulasikan dalam ruang publik sebagai
salah satu persiapan atas tindakan-tidakan
politis lewat mekanisme yang ada.
Berdasarkan berbagai uraian di atas
maka setelah mengadakan pengamatan
awal pada berita dan informasi yang
disajikan oleh berbagai media cetak di
Kota Ambon, penulis menemukan
beberapa fenomena yang sifatnya sangat
mempengaruhi eksistensi pers sebagai
pilar keempat demokrasi antara lain:
1. Seringkali pers masih dijadikan corong
bagi pemerintah dalam melakukan
pencitraan.
2. Masih banyaknya pelanggaran terhadap
kode etik jurnalistik.
3. Masih banyaknya pemberitaan yang
bersifat tendensius dan jauh dari
substansi persoalan serta tidak
berdasarkan data dan fakta.
4. Kurangnya fungsi kontrol terhadap
kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah.
5. Masih rendahnya kualitas pekerja pers
dalam melakukan kegiatan jurnalistik.
Berlandaskan berbagai fenomena di
atas, rumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana peran pers
dalam mengawal kebijakan publik di Kota
Ambon. Mengacu pada rumusan masalah
tersebut maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana peran
pers dalam mengawal kebijakan publik di
Kota Ambon. Penelitian ini juga akan
memberikan manfaat terhadap kajian kritis
bagi peneliti untuk mengembangkan ilmu,
menjadi bahan referensi khusus bagi
peneliti, serta akan melengkapi
perbendaharaan karya ilmiah dalam dunia
media cetak yang dapat dijadikan sebagai
bahan perbandingan atau bahan rujukan
bagi siapapun yang bermaksud
mengadakan penelitian selanjutnya.
LANDASAN TEORI
Media massa, khususnya pers
pembangunan pada hakikatnya berupaya
memotivasi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pembangunan. Pers
bukan saja menjadi mediator
antarpemerintah dengan masyarakat, tetapi
sekaligus partner pemerintah dengan agen
perubahan dalam segala kompleksitasnya
yang berorientasi pada pembangunan
nasional. Dalam kerangka itulah
perencanaan pembangunan tidak terlepas
dari konsep perencanaan komunikasi.
Kehadiran media massa dalam konsep
komunikasi dan informasi global
menghendaki kejelasan dan peranan
sehingga misi media massa akan mencapai
sasaran yang dituju dan jauh dari
spekulasi. Media massa sebagai barometer
kehendak masyarakat, dapat menjadi tolak
ukur dalam melihat kemajuan
pembangunan, meneropong kepincangan
birokrasi, dan memberikan alternatif baru
yang pada hakikatnya sebagai bagian yang
tak terpisahkan dari esensi pembaharuan
dalam arti luas. Dalam karyanya yang kini
tergolong klasik, Schramm (2003)
merumuskan tugas pokok komunikasi
dalam suatu perubahan sosial
pembangunan nasional yaitu:
1. Menyampaikan kepada masyarakat,
informasi tentang pembangunan
nasional agar mereka memusatkan
perhatian pada kebutuhan akan
perubahan, kesempatan, dan cara
membangkitkan aspirasi nasional.
2. Memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk mengambil bagian
secara aktif dalam proses pembuatan
keputusan, memperluas dialog agar
melibatkan semua pihak yang akan
membuat keputusan mengenai
perubahan, memberi kesempatan pada Peran Media Cetak Dalam Mengawal Kebijakan Publik di Kota Ambon
Said Lestaluhu
5
pimpinan masyarakat untuk memimpin
dan mendengarkan pendapat rakyat
kecil, serta menciptakan arus informasi
yang berjalan lancar dari bawah ke atas.
Teori Komunikasi Massa
Pengaruh media masa banyak
mengkaji tentang segmen media (suatu
program, tipe program, macam isi media
tertentu) mempengaruhi individu. Ada
beberapa teori yang dapat dijadikan acuan
untuk melihat keperkasaan media masa
dalam kaitannya dengan aktivitas politik di
antaranya:
1. Teori Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh
McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi
teori ini adalah bahwa jika media memberi
tekanan pada suatu peristiwa maka media
itu akan mempengaruhi khalayak untuk
menganggapnya penting. Jadi apa yang
dianggap penting oleh media maka penting
juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media
diasumsikan memiliki efek yang sangat
kuat terutama karena asumsi ini berkaitan
dengan proses belajar bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat.
2. Teori Kegunaan dan Kepuasan (Uses
and Gratifications)
Teori ini pertama kali
diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan
Elihu Katz (1974). Teori ini mengatakan
bahwa pengguna media memainkan peran
aktif untuk memilih dan menggunakan
media tersebut. Dengan kata lain,
pengguna media adalah pihak yang aktif
dalam proses komunikasi. Pengguna media
berusaha mencari sumber media yang
paling baik di dalam usaha memenuhi
kebutuhannya. Artinya pengguna media
mempunyai pilihan alternatif untuk
memuaskan kebutuhannya.
3. Teori Jarum Suntik (Hypodermic
Needle Theory)
Teori ini diangkat setelah melihat
keberhasilan penggunaan medium radio
dan media cetak sebagai alat propaganda
dalam Perang Dunia I. Teori jarum suntik
berpendapat bahwa khalayak sama sekali
tidak memiliki kekuatan untuk menolak
informasi setelah ditembakkan melalui
media komunikasi. Khalayak terlena
seperti kemasukan obat bius melalui jarum
suntik sehingga tidak bisa memiliki
alternatif untuk menentukan pilihan lain
kecuali apa yang disiarkan oleh media.
Teori ini juga dikenal dengan teori peluru
(bullet theory). Teori ini dikemukakan oleh
Wilbur Schramm pada tahun 1950-an.
Komunikasi Massa Bagi Masyarakat
Para pakar mengemukakan tentang
sejumlah fungsi komunikasi, kendati
dalam setiap item fungsi terdapat
persamaan dan perbedaan. Pembahasan
fungsi komunikasi telah menjadi diskusi
yang cukup penting, terutama konsekuensi
komunikasi melalui media massa. Fungsi
komunikasi massa bagi masyarakat
menurut Dominick (2001) adalah:
a. Pengawasan
Fungsi pengawasan komunikasi
massa dibagi dalam dua bagian: Pertama
fungsi pengawasan peringatan, terjadi
ketika media massa menginformasikan
tentang ancaman dari angin topan,
meletusnya gunung merapi, dan lain
sebagainya.
Kedua
pengawasan
instrumental yaitu penyampaian atau
penyebaran informasi yang memiliki
kegunaan atau dapat membantu khalayak
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Penafsiran
Fungsi penafsiran hampir mirip
dengan fungsi pengawasan. Media massa
tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi
juga memberikan penafsiran terhadap
kejadian-kejadian penting. Organisasi atau Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 19 No. 1, April 2015: 01-15
6
industri media memilih dan memutuskan
peristiwa-peristiwa yang dimuat atau
ditayangkan.
c. Pertalian
Media massa dapat menyatukan
anggota masyarakat yang beragam,
sehingga membentuk linkage (pertalian)
berdasarkan kepentingan dan minat yang
sama tentang sesuatu.
d. Penyebaran Nilai-Nilai
Fungsi penyebaran nilai tidak
kentara dan juga disebut sosialisasi.
Sosialisasi mengacu kepada cara dimana
individu mengadopsi perilaku dan nilai
kelompok.
Efek Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan
sejenis kekuatan sosial yang dapat
menggerakkan proses sosial ke arah satu
tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Akan tetapi untuk mengetahui
secara tepat dan rinci mengenai kekuatan
sosial yang dimiliki oleh komunikasi
massa dan hasil yang dapat dicapainya
dalam menggerakkan proses sosial
tidaklah mudah. Oleh karena itu, efek atau
hasil yang dapat dicapai oleh komunikasi
yang dilaksanakan melalui berbagai media
perlu dikaji melalui metode tertentu yang
bersifat analisis psikologis dan analisis
sosial. Yang dimaksud dengan analisis
psikologi adalah kekuatan sosial yang
merupakan hasil kerja dan berkaitan
dengan watak serta kodrat manusia.
Sedangkan analisis sosial adalah peristiwa
sosial yag terjadi akibat komunikasi massa
dengan penggunaan media massa yang
sangat unik dan kompleks. Donald K.
Robert (1999) mengungkapkan ada yang
EHUDQJJDSDQ EDKZD ³(IHN KDQ\DODK
perubahan perilaku manusia setelah diterpa
pesan media massD¥ 2OHK NDUHQD
fokusnya pesan maka efek harus berkaitan
dengan pesan yang disampaikan media
massa. Lebih lanjut, menurut Steven M.
Chaffee (1999) efek media massa dapat
dilihat dari tiga pendekatan. Pendekatan
pertama adalah efek dari media massa
yang berkaitan dengan pesan ataupun
media itu sendiri. Pendekatan kedua adalah
dengan melihat jenis perubahan yang
terjadi pada diri khalayak komunikasi
massa yang berupa perubahan sikap,
perasaan dan perilaku atau dengan istilah
lain dikenal sebagai perubahan kongnitif,
afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga
yaitu observasi terhadap khalayak yang
dikenai efek komunikasi massa (Karlinah
1999).
Teori Pers
a. Teori Pers Otoriter
Teori otoriter merupakan teori yang
paling tua, sejalan dengan terbentuknya
pemerintahan negara yang bersifat otoriter
pada abad 16 dan 17 di Inggris, kemudian
meluas dan diterapkan ke seluruh dunia.
Pada masa ini, pemerintahan pada
umumnya berbentuk kerajaan yang bersifat
absolut karena falsafah yang dianutnya
adalah falsafah kekuasaan mutlak dari
kerajaan atau pemerintahan. Menurut teori
ini, media massa mempunyai tujuan utama
mendukung dan mengembangkan
kebijaksanaan pemerintah yang sedang
berkuasa dan untuk mengabdi kepada
negara. Tidak semua orang dapat
menggunakan media komunikasi kecuali
mereka yang mendapat izin dari kerajaan
atau pemerintah. Dengan demikian media
massa dikontrol oleh pemerintah karena
hanya dapat terbit dengan izin pemerintah,
atas bimbingan dan arahan pemerintah,
bahkan kadang-kadang dengan sensor
pemerintah. Hal yang tidak boleh
dilakukan oleh media massa adalah
melakukan kritik terhadap mekanisme Peran Media Cetak Dalam Mengawal Kebijakan Publik di Kota Ambon
Said Lestaluhu
7
pemerintahan dan kritik terhadap pejabat
yang sedang berkuasa. Pemilik media
massa bisa pihak swasta yang mendapat
izin khusus dari raja atau pemerintah atau
milik negara (Karlinah 1999). Sistem
media massa seperti ini karena teori
otoriter berasal dari falsafah absolut yang
memiliki empat asumsi dasar yakni bahwa:
1. Manusia tidak dapat berdiri sendiri dan
harus hidup dalam masyarakat. Manusia
MXJD DNDQ PHQMDGL ³EHUDUWL¶¶ NDODX GLD
hidup dalam kelompok.
2. Kelompok lebih penting dari individu.
Masyarakat tercermin dalam organisasi
organisasi, dan yang terpenting adalah
negara. Negara merupakan tujuan akhir
dari proses organisasi.
3. Negara adalah pusat segala kegiatan,
individu tidak penting.
4. Pengetahuan dan kebenaran dicapai
melalui interaksi individu. Interaksi itu
harus terkontrol dan terarah, sehingga
kepentingan akhir tidak dirugikan
(Karlinah 1999).
Atas dasar keempat asumsi tersebut
maka teori ini cenderung membentuk suatu
sistem kontrol yang efektif dan
menggunakan media massa sebagai sarana
yang efektif bagi kebijaksanaan
pemerintah meskipun tidak harus dimiliki
oleh pemerintah.
b. Teori Libertalian
Asumsi dasar teori libertarian
adalah bahwa manusia pada hakikatnya
dilahirkan sebagai makhluk bebas yang
dikendalikan oleh rasio atau akalnya.
Manusia mempunyai hak secara alamiah
untuk mengejar kebenaran dan
mengembangkan potensinya apabila
diberikan iklim kebebasan menyatakan
pendapat. Dalam hubungannya dengan
kebebasan pers (media massa), teori
libertarian beranggapan bahwa pers harus
mempunyai kebebasan yang seluas
luasnya untuk membantu manusia dalam
usahanya mencari kebenaran. Manusia
memerlukan kebebasan untuk memperoleh
informasi dan pikiran-pikiran yang hanya
secara efektif ketika diterima melalui
media. Tujuan dan fungsi media massa
menurut paham liberalisme adalah
memberi penerangan, menghibur, menjual,
namun yang utama adalah menemukan
kebenaran dan mengawasi pemerintah
serta untuk mengecek atau mengontrol
pemerintah. Media dilarang menyiarkan
pencemaran nama baik atau penghinaan,
menampilkan pornografi, tidak sopan, dan
melawan pemerintah. Bila dilanggar, maka
akan diproses melalui pengadilan.
c. Teori Tanggung Jawab Sosial
Dasar pemikiran teori adalah
kebebasan pers harus disertai tanggung
jawab kepada masyarakat. Menurut para
penulis pada waktu itu, kebebasan yang
telah dinikmati oleh pers Amerika Serikat
harus diadakan pembatasan atas dasar
moral dan etika. Media massa harus
melakukan tugasnya sesuai dengan standar
hukum tertentu. Teori ini sering dianggap
sebagai suatu bentuk revisi terhadap teori
teori sebelumnya yang menganggap bahwa
tanggung jawab pers terhadap masyarakat
sangat kurang. Dalam teori tanggung
jawab sosial, prinsip kebebasan pers masih
dipertahankan, tapi harus disertai
kewajiban untuk bertanggung jawab
kepada masyarakat dalam melaksanakan
tugas pokoknya, misalnya dalam
menyiarkan berita yang dapat
menimbulkan keresahan pada masyarakat.
Media massa dilarang mengemukakan
tulisan yang melanggar hak-hak pribadi
yang diakui oleh hukum, serta dilarang
melanggar kepentingan vital masyarakat. Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik Vol. 19 No. 1, April 2015: 01-15
8
d. Teori Soviet
Sesuai dengan namanya, teori ini
lahir di Uni Soviet, kemudian berkembang
di negara-negara komunis Eropa Timur.
Dalam beberapa hal sama dengan yang
diperbuat oleh Hitler dengan Nazi-nya dan
fasisme di Itali di bawah kepemimpinan
Benito Mussolini. Teori Pers Soviet
Totalitarian disebut juga sebagai Teori
Soviet Komunis (Soviet Communist).
Falsafah yang mendasarinya adalah ajaran
Marxisme, Leninisme, Stalinisme, dan
pembauran pikiran-pikiran Hegel dengan
cara berpikir Rusia abad 19. Tujuan utama
teori ini adalah untuk membantu suksesnya
dan berlangsungnya sistem sosialis Soviet,
khususnya kelangsungan diktator partai.
Dalam hal ini, media massa merupakan
alat pemerintah (partai) dan merupakan
bagian integral dari negara. Ini berarti
bahwa media massa harus tunduk kepada
pemerintah dan dikontrol di bawah
pengawasan ketat oleh pemerintah atau
partai. Media massa dilarang melakukan
kritik terhadap tujuan-tujuan partai serta
kebijakan partai. Karena media massa
sepenuhnya menjadi milik pemerintah
maka yang berhak menggunakannya pun
adalah para anggota partai yang setia dan
ortodokas.
Pers Sebagai Ruang Publik
Ruang publik tidak merupakan
ruang fisik, tetapi suatu ruang sosial yang
diproduksi oleh tindakan komunikatif
(Sastraprateja 2010). Ruang publik dalam
pers itu adalah ruang perjumpaan ide,
gagasan, kepentingan, hasrat yang
pengantaranya adalah media fisik seperti
televisi atau koran. Anda dan saya bisa
datang, duduk, berhadap-hadapan secara
fisik, tetapi ketika anda dan saya tidak
mengeluarkan gagasan, ide dalam
komunikasi, di sana tidak ada ruang
publik. Disana hanya ada dua onggok
tubuh yang pasif. Namun sangat berbeda
ketika kedua tubuh itu mulai berbicara dan
saling mempengaruhi satu sama lain.
Dengan demikian kehidupan sosial berarti
terselenggaranya interaksi baik kelompok
maupun kelompok dalam group yang lebih
besar dalam ranah dialogal. Pola interaksi
tersebut melibatkan pemakaian simbol,
tanda, dan ideologi. Yang berkomunikasi
bukanlah fisiknya tetapi gagasan-gagasan
yang dikomunikasikan.
Ruang publik pers ini hidup dalam
saluran-saluran komunikasi pada seluruh
komponen, kelas, keragaman kultur,
kegemaran, bahkan imajinasi dari
komponen-komponen yang beraneka
ragam dalam ruang publik tersebut. Seperti
dikatakan oleh Sastraprateja (2010) bahwa
ruang publik tidak merupakan ruang fisik,
tetapi suatu ruang sosial yang diproduksi
oleh tindakan komunikatif. Sastraprateja
melanjutkan bahwa ruang publik juga
bukan suatu institusi atau organisasi
politik, tetapi suatu ruang tempat warga
negara terlibat dalam deliberasi dialogal
mengenai isu publik, juga bukan institusi
pengambilan keputusan, bukan pula suatu
pertemuan publik dengan agenda tertentu,
tetapi suatu arena tempat dilakukan
pembicaraan yang ³tak tertarik secara
LQVWLWXVLRQDO¥ 'DODP SLNLUDQ Sastrprateja
terdapat beberapa komponen yang
diutarakannya seperti kehadiran kehidupan
sosial, komunikasi, deliberasi dialogal, dan
pembicaraan dimana dialog tersebut adalah
dialog hati nurani. Gladstone, seperti
dikutip oleh Herry Priyono (2010),
menulis tentang ruang publik bahwa
³ Ruang publik adalah rana hati nurani¥
Dalam pers, unsur-unsur ini merupakan
komponen yang turut menjadi bagiannya.
Ia merupakan rohnya pers bahkan untuk
komponen itulah pers tercipta. Disana Peran Media Cetak Dalam Mengawal Kebijakan Publik di Kota Ambon
Said Lestaluhu
9
dapat kita lihat kehidupan sosial dimana
interaksi antarberbagai macam ide dan
gagasan sebagai ungkapan hati nurani dari
berbagai macam culture baik vertikal
maupun horizontal hadir. Komunikasi
adalah hal yang esensial dalam pers. Sang
pembuat opini mengomunikasikan
opininya dan mendapat respon dialogis,
misalnya diskusi interaktif yang diadakan
oleh media, memungkinkan terjadinya
dialog dua arah yang akhirnya bermuara
dalam pembuatan-pembuatan kebijakan.
Input-input dari warga berupa pelayanan
birokratis yang kurang memuaskan,
keinginan untuk membangun jalan-jalan
yang rusak dapat langsung
dikomunikasikan untuk diproses dalam
sistem politik yang sedang berlangsung.
Bahkan pers menyediakan ruang-ruang
ekspresi dari kalangan akar rumput untuk
menyuarakan hak dan pergumulan hidup
mereka, kekecewaan, atau perasaan sakit
hati karena perlakuan yang tidak adil dari
sesama sebagai anggota ruang publik,
dapat kita jumpai dalam pers. Surat
pembaca, misalnya menjadi media
penyampaian keluhan, apresiasi, aspirasi
dari warga yang didialogkan kepada
seseorang atau badan tertentu untuk
mendapatkan perhatian. Beberapa surat
pembaca justru mendapatkan respon balik
yang menjelaskan, mengkritik balik, atau
meminta maaf atas tindakan-tindakannya.
Dalam opini dapat ditemui himbauan,
kritik, saran, nasehat dari warga untuk hal
hal yang menyangkut kepentingan umum.
Kebebasan ekspresif warga dalam opini
menunjukkan esensi praktis dari ruang
publik dimana tidak ada tekanan atau
ketakutan, bahkan opini membawa wacana
baru, pola pikir baru dalam kehidupan
bersama sebagai bagian dari warga yang
be-ruang publik. Dalam acara-acara radio,
televisi memiliki program-program diskusi
publik. Menghadirkan pemegang
kekuasaan sebagai narasumber yang
diikuti oleh para oposan serta warga.
Diskusi tersebut telah berkontribusi
banyak pada tersalurkannya aspirasi warga
ruang publik kepada simpul-simpul
pembuat keputusan. Bahkan kritik-kritik
yang tajam justru dilontarkan dalam
forum-forum ini. Kebijakan-kebijakan
yang pro pada kepentingan umum
diputuskan ketika kritik-kritik kepada
penguasa dilontarkan secara bebas. Kasus
kasus tenaga kerja yang teraniaya di luar
negeri, kasus plesiran ke luar negeri dapat
ditanggulangi dengan lebih baik, semua ini
tidak terlepas dari desakan warga melalui
perantaran media. Warga menuntut baik
kepada legislatif, eksekutif, dan yudikatif
untuk bertindak secara cepat serta efisien
sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak
sosial yang telah tertulis dalam konstitusi.
Kebaikan-kebaikan yang sudah lebih baik
bagi birokrasi kita tidak terlepas dari
peran-peran pers dalam mengawasi,
perjalanan penyelenggaraan kehidupan
publik. Ruang publik merupakan kekuatan
pewacanaan arah kehidupan publik.
Kehidupan publik yang lebih baik tidak
terlepas dari peran yang besar dari ruang
publik ini. Kecenderungan untuk
menikmati kebaikan publik dan hidup
dalam ketenteraman bersama mendorong
ruang ini terus menerus hidup dan
terpelihara. Manusia hidup secara sosial
(social animal), mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh sesamanya baik dalam
kelompok kecil maupun kelompok besar,
karena itu gesekan-gesekan kepentingan
akan terus hadir bersamanya. Ruang publik
ini memungkinkan gesekan itu tidak
terjelma dalam respon fisik untuk saling
meniadakan akan tetapi dialog dan
komunikasi memungkinkan kehidupan
bersama dalam harmoni

Posting Komentar

0 Komentar